
Jakarta, beritamedannews – Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri atau yang akrab disapa Gus Mus menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
“Saya paling tidak setuju kalau Soeharto dijadikan Pahlawan Nasional,” ujar Gus Mus di kediamannya di Leteh, Rembang, Jawa Tengah, dikutip dari NU Online, Minggu (9/11).
Gus Mus mengungkapkan, selama masa pemerintahan Soeharto, banyak ulama pesantren dan warga Nahdlatul Ulama (NU) yang mengalami perlakuan tidak adil.
“Banyak kiai yang dimasukin sumur, papan nama NU tidak boleh dipasang, yang suruh dipasang banyak dirobohin oleh bupati-bupati. Adik saya sendiri, Kiai Adib Bisri akhirnya keluar dari PNS karena dipaksa masuk Golkar,” tutur Gus Mus.
Ia juga menambahkan bahwa tekanan politik pada masa Orde Baru tidak hanya dialami oleh kalangan bawah, tetapi juga dirasakan langsung oleh para tokoh besar NU.
“Kiai Sahal Mahfudh itu didatangi pengurus Golkar Jawa Tengah diminta jadi penasehat Golkar Jawa Tengah. Kiai Sahal tidak mau, saya menyaksikan sendiri,” ungkapnya.
Pernyataan Gus Mus tersebut menanggapi wacana pemerintah yang tengah menyeleksi sejumlah tokoh untuk dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, termasuk di antaranya nama Soeharto.
Sebagaimana diketahui, Soeharto yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade (1967–1998) masih menyisakan kontroversi dalam sejarah Indonesia. Meski diakui telah membawa stabilitas ekonomi dan pembangunan, masa pemerintahannya juga diwarnai dengan pelanggaran HAM, pembatasan kebebasan politik, dan tekanan terhadap kelompok-kelompok Islam tradisional.
Sikap tegas Gus Mus ini mencerminkan pandangan sebagian kalangan NU yang menilai bahwa penetapan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional harus mempertimbangkan seluruh rekam jejaknya secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi keberhasilan pembangunan.

.








